Gambar 1. Membangun Sekolah dengan Dana Terbatas
Membaca menjadi kebiasaan yang sangat menguntungkan. Dengan membaca saya bisa memprediksi apa yang bisa saya lakukan walaupun saya belum pernah melakukannya. Salah satu buku bacaan yang saya sukai adalah terkait mengelola keuangan. Judul buku itu Rich Dad, Poor Dad (Ayah Kaya, Ayah Miskin) karya Robert T Kiyosaki. Buku yang dirilis pada tahun 1997 tersebut bercerita tentang masalah finansial yang sering dihadapi banyak orang karena ajaran orang tua yang keliru. Hingga kini, buku itu telah diterjemahkan dalam 35 bahasa, dengan total penjualan mencapai puluhan juta copy.
Buku Rich Dad, Poor Dad mengisahkan
tentang dua orang ayah yang berbeda karakter. Ayah pertama disebut Ayah Kaya
(Rich Dad) dan Ayah kedua disebut Ayah Miskin (Poor Dad). Ayah Kaya yang
dimaksud Kiyosaki merupakan ayah temannya yang tidak memiliki pendidikan
tinggi, sementara Ayah Miskin yang dimaksud merupakan ayah kandung Kiyosaki
yang notabene berpendidikan tinggi.
Anda mungkin bertanya-tanya,
kenapa Kiyosaki menyebut kedua ayah tersebut berbanding terbalik: Ayah Kaya
tidak berpendidikan tinggi, sedangkan Ayah Miskin berpendidikan tinggi?
Kiyosaki menjelaskan, ayah
kandungnya (Ayah Miskin) memang sukses dalam pendidikan serta karier, akan
tetapi pada akhir hidupnya ia meninggalkan banyak utang dan tidak kaya.
Sebaliknya, Ayah Kayanya malah berhasil menjadi orang terkaya di Hawaii di
akhir hidupnya. Singkat kata, kedua orang tua tersebut adalah orang sukses di
bidangnya masing-masing. Akan tetapi, dalam hal kebebasan finansial, keduanya
memiliki hasil yang berbeda.
Dalam buku tersebut, Ayah
Kaya dan Ayah Miskin diceritakan sebagai sosok pekerja keras. Ayah Kaya
berusaha membangun kerajaan bisnisnya, sedangkan Ayah Miskin bekerja keras di
jalur pendidikan sebagai pegawai pemerintahan.
Meski demikian, kedua ayah
tersebut punya cara pandang yang berbeda satu sama lain terkait pengelolaan dan
tujuan finansial. Ayah Kaya menyarankan agar Kiyosaki berani mengambil risiko
membangun usaha dan menjadi investor setelah lulus dari sekolah agar mampu
mencapai kebebasan finansial. Sementara Ayah Miskin menyarankan agar Kiyosaki
giat di sekolah supaya bisa mendapat nilai tinggi, dan pada akhirnya bisa
mendapat pekerjaan yang baik di masa yang akan datang.
Melalui buku itu saya belajar
membedakan hakekat aset dengan liabilitas dan tidak menyamakan liabilitas
dengan aset karena liabilitas seringkali nampak seolah-olah sebagai aset. Aset
adalah sesuatu yang memberikan pemasukan, sedangkan liabilitas adalah sesuatu
yang mendatangkan pengeluaran. Orang yang menganggap liabilitas sebagai aset
mengakibatkan liabilitasnya semakin besar sementara asetnya justru semakin
kecil.
Apa yang saya baca dalam buku
itu saya terapkan dalam mengelola SMKN 1 Tuntang. Sekolah yang saya gawangi
sejak tahun 2018 ini menjadi pengalaman saya pertama menjadi nakoda. SMKN Satu
Atap Tuntang Kabupaten Semarang masuk dalam kategori sekolah kecil dengan
keterbatasan sarana dan prasarana serta pendanaan. Dari sisi sarana dan
prasarana, sekolah ini masih memerlukan pemenuhan yang banyak, demikian juga
dari sisi pendanaan. Karena jumlah siswa yang masih sedikit maka pendapat
sekolah dari dana BOS dan BOP juga kecil. Sehingga terjadi kontradiksi antara
besarnya pengeluaran untuk membangun sekolah dengan pendanaan yang terbatas.
Untuk itu diperlukan perencanaan sekolah yang efektif dan efisien.
Dalam bidang apa pun, perencanaan merupakan
unsur penting dan strategis yang memberikan arah dalam pelaksanaan
kegiatan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang dikehendaki. Dalam bidang
pendidikan, perencanaan merupakan salah satu faktor kunci efektivitas
keterlaksanaan kegiatan–kegiatan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan
yang diharapkan bagi setiap jenjang dan jenis pendidikan pada tingkat nasional
maupun lokal (Syaefudin, dkk. 2009).
Mengutip pendapat Syaefudin di atas, ada
faktor kunci yaitu efektifivitas atau kalau menurut saya sekolah efektif.
Miftahul Ulum (2014:4) mendefinisikan efektivitas sebagai taraf tercapainya
hasil. Pemahaman ini sering juga dikaitkan dengan pengertian efisien, meskipun
keduanya memiliki perbedaan. Dimana efektivitas menekankan pada hasil yang
dicapai, sedangkan efisiensi lebih melihat pada bagaimana cara mencapai hasil
dengan membandingkan antara input dan outputnya.
Kebijakan tentunya memiliki unsur
kesengajaan, berupa perencanaan, pengelolaan dan evaluasi terhadap program atau
kegiatan itu sendiri untuk diteruskan atau dihentikan. Hal ini sejalan dengan
pemahaman Carl Friedrich dalam (Wahab, 2004:3) bahwa kebijakan efektif itu bila
suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan tidak
adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai
tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
Sementara itu Mahmudi (2005) dalam Adhayani
dan Kusumah (2015:38) menjelaskan bahwa efektivitas adalah hubungan antara
output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap
pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan.
Masih terkait dengan pencapaian tujuan, Robbins (1990;49) mendefinisikan
efektivitas sebagai suatu tingkat dimana suatu organisasi atau institusi dapat
merealisasikan tujuannya.
Kondisi SMKN 1 Tuntang adalah sekolah
rintisan dengan sumber dana operasional hanya berasal dari BOP dan BOS. Untuk
itu efektivitas sekolah harus selaras dengan efektivitas pembiayaan. Mardiasmo
(2002:105) mencermati efektivitas sebagai bentuk penggunaan anggaran yang harus
mencapai target-target atau tujuan kepentingan publik, kata anggaran di sini
merupakan sumber dari dana masyarakat (public money) yang dimana
diharapkan menghasilkan output yang maksimal atau berdaya guna.
Efektivitas pembiayaan tentu memberikan efek
semangat kerja dan motivasi, ketercapaian tujuan yang dibiayai, ketepatan
waktu, serta ketepatan pendayagunaan biaya, dalam meningkatkan mutu lembaga
pendidikan yang diberikan biaya. Analisis keefektifan biaya memungkinkan
pembuat kebijakan dapat secara sistematis mempertimbangkan dampak dari biaya
terhadap alternatif-alternatif yang berbeda dalam hal membuat keputusan yang
layak, untuk memperkirakan beberapa kemungkinan hasil yang diharapkan dengan
biaya-biaya yang dikeluarkan. Biaya (cost ) pendidikan yang dikeluarkan
diharapkan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan.
Dalam kurun waktu tiga tahun berjalan, dengan
sumber dana terbatas, kami efektif dalam penggunaan dana. Rapor mutu SMKN 1
Tuntang sejak tahun 2018 masih memiliki pekerjaan rumah yang paling besar di
standar sarana dan prasarana. Ruang kelas yang kurang, ruang praktik siswa yang
belum ada, peralatan praktik yang nyaris tidak ada, kondisi bangunan sekolah
yang perlu rehabilitasi, dan kondisi lingkungan sekolah yang membutuhkan solusi
menjadi poin penting dalam perencanaan. Rapor mutu sekolah dibreakdown menjadi
Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) selama empat tahun. RKJM menjadi dasar
dalam penyusunan Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan bermuara pada program kerja
yang terangkum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah (RKAS).
Berbekal visi “Mengabdi sebagai kepala
sekolah yang profesional sebagai ladang profesi yang berkualitas”, saya
menganggap kepala sekolah itu sebagai pelayan warga sekolah. Karena sebagai
pelayan, maka kepala sekolah tidak akan berbuat seenaknya sendiri, tentunya
segala sesuatu berorientasi akan kebutuhan warga sekolah. Pengembangan sekolah
menjadi prioritas utama. Alhamdulillah sarana dan prasarana sekolah semakin
bisa melayani warga sekolah dengan baik.
Bumi Pucanggading, 02 Juni 2020
Sign up here with your email
Terimakasih Komentar Anda ConversionConversion EmoticonEmoticon