Peran Kepala Sekolah dalam Membangun Kebangkitan Sekolah (Sebuah Catatan Hasil Diklat)



Efektif atau tidaknya sebuah sekolah  dapat ditunjukkan oleh  naik atau turun prestasi akademik  siswa. Menurut Marzano dalam bukunya yang berjudul  School leadership that work: from research to results,  Bab 6,  menunjukkan bahwa  pada  tes khusus yang memiliki tingkat kelulusan rata-rata 50%, siswa di sekolah efektif akan lulus 72%, sedangkan siswa di sekolah tidak efektif hanya lulus 28%, terdapat perbedaan  44%.  Perbedaan tersebut menjadi lebih ekstrem lagi ketika siswa di sekolah  "efektif" diambil 1%  di bagian atas dan sekolah yang "tidak efektif " diambil 1%  siswa yang berada di bagian bawah. Hasil dari asumsi ini adalah siswa di sekolah efektif lulus tes 85%, sedangkan siswa di sekolah yang “tidak efektif” hanya lulus 15%.
Sebagai calon kepala sekolah hasil diklat tentu kita akan menghadapi banyak permasalahan. Kita sering membicarakan kondisi dan posisi sekolah kita. Mungkin pada suatu saat di masa lalu kita pernah merasa puas dan bangga terhadap sekolah kita, tetapi pada hari-hari ini tak jarang kita merasa jengkel, khawatir bahkan nyaris putus asa. Lebih-lebih saat membandingkan sekolah kita dengan sekolah yang lain.
Berbagai perbincangan itu umumnya lebih banyak didasarkan pada intuisi. Cara penilaiannya pun lebih banyak bersifat subjektif. Oleh karena itu kita seakan-akan tidak berdaya untuk membuat perubahan meski kita sering membicarakannya.
Mengacu ke konsep Reeves, kondisi sekolah terpeta menjadi empat kuadran, yaitu sekolah yang (1) beruntung, (2) kalah, (3) belajar, dan (4) memimpin. Sekolah yang tampak baik sering dijumpai pada kuadran beruntung. Sekolah-sekolah ini sering memperoleh keberhasilan tetapi sebenarnya kesadaran dan pemahaman atas pentingnya strategi dan rencana tindakan penentu hasil yang efektif masih relatif rendah atau belum membudaya. Sekolah ini diuntungkan karena memperoleh peserta didik yang amat berkualitas dengan status ekonomi orang tua menengah ke atas yang mampu memberikan kesempatan kepada anak-anaknya untuk les berbagai hal di luar jam sekolah. Tanpa strategi atau tindakan tertentu yang dirancang dengan baik, sekolah mampu berprestasi di berbagai bidang. Tanpa disadari sekolah-sekolah dengan kuadran beruntung ini jika tidak berhati-hati cepat atau lambat akan merosot prestasinya.
Sekolah pada kuadran kalah sering merasa dirinya korban keadaan. Mereka mengeluh karena dalam beberapa tahun terakhir kualitas peserta didik barunya kian rendah. Status ekonomi orang tua lemah. Jumlah peserta didik kian berkurang. Sarana prasana sekolah serba kekurangan. Bahkan yang paling parah, semangat dan tingkat pencapaian hasil belajar peserta didik amat rendah. Sebagaimana mengkutip pendapat Pak Dibyo, sekolah ini dalam kategori wassalam.
Bagaimana dengan kuadran belajar. Profil sekolah ini cukup menjanjikan meski pada saat ini belum mencapai tingkat keberhasilan pembelajaran yang tinggi. Apapun kondisinya, sekolah-sekolah pada kuadran belajar memiliki budaya belajar yang kuat. Mereka tidak merasa menjadi korban keadaan meski kualitas peserta didiknya kurang menguntungkan dan sarana prasarananya kurang memadai. Kondisi ini justru menjadi tantangan yang harus dihadapi warga sekolah dibawah pimpinan kepala sekolah. Sekolah pada kuadran belajar memiliki kesempatan besar menjadi sekolah dengan kuadran memimpin. Inilah tantangan kepala sekolah dengan strategi dan tindakan yang tepat lambat laun sekolah kuadran belajar akan mampu menjadi kuadran memimpin. Sudah siapkah kita?
Previous
Next Post »

Terimakasih Komentar Anda ConversionConversion EmoticonEmoticon