Ada tiga hal yang harus dimiliki oleh
seorang guru yaitu membaca, menulis dan berbagi. Ketiga hal tersebut
ternyata sangat jarang dimiliki oleh guru-guru Indonesia. Membaca
menjadi bagian pertama yang tidak dilakukan guru, padahal melalui bacaan
bapak dan ibu guru bisa membuka jalan keprofesionalannya. Tunjangan
profesi yang diterima tidak serta merta menjadikan budaya membaca
meningkat. Bisa dihitung dengan jari berapa guru yang mengikhlaskan
sebagian gajinya untuk membeli buku. Budaya membaca yang rendah
dikalangan guru berimbas kepada muridnya. Klop sudah keterpurukan itu.
Budaya kedua yang jauh lebih susah dilakukan guru adalah menulis. Maka
tidak mengherankan ketika Kementerian Pendidikan mewajibkan guru untuk
menulis jika ingin naik pangkat ditentang habis-habisan. Mengacu pada
Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Permenpan) No. 16/2009
tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, salah satu
persyaratan yang harus dipenuhi seorang guru untuk naik golongan mulai dari III/b
harus membuat karya tulis. Berdasarkan aturan tersebut pahlawan tanpa
tanda jasa itu harus menerima kenyataan pahit menghadapi dua pilihan
menulis atau tidak naik pangkat yang berimbas pada besaran penghasilan
yang diterima setiap bulan. Pada satu sisi kebijakan itu tentu merugikan
, tetapi jika menggunakan kaca mata positif tentu ada manfaat dan
pertimbangan matang yang melatarinya.
Kompetensi menjadi kata kunci mengapa guru suka atau tida harus mulai
membiasakan diri untuk menulis. Sosok yang setiap hari mendedikasikan
1/3 waktunya mendidikan dan mencetak generasi bangsa mendatang memang
dituntut menjadi figur yang tidak hanya rajin membaca, mengajarkan ilmu
yang dibaca, namun juga tajam mengasah pikiran untuk dituangkan dalam
kata demi kata hingga kalimat.
Bisa jadi ada yang menilai tuntutan ini berlebihan, beban mengajar sudah
sedemikian padat, belum lagi mendidik moral dan prilaku pelajar, di
rumah guru pun harus menjalankan tugas domestiknya mengapa harus
ditambah beban mereka. Benar, pada satu sisi terlihat berat, namun jika
kita ingin melihat jauh ke depan ini menyangkut masa depan bangsa ini
10-20 tahun ke depan.
Korelasinya adalah jika pendidik memiliki kemampuan menulis yang baik,
kemudian menularkan kepada siswa tentu akan lahir anak-anak muda
berbakat yang ditangan mereka yang menentukan nasib bangsa yang juga
akan mempengaruhi kehidupan guru di hari tua. Jadi sebenarnya melatih
diri untuk terampil menulis adalah sebentuk investasi di hari tua.
Proyek Bakti Kami untuk Guru Tercinta dengan membuatkan bapak dan ibu
blog oleh anak-anak Kelas X Multimedia SMK Negeri 8 Semarang adalah
bagian dari upaya mendorong bapak dan ibu guru untuk berlatih menulis.
Belajar menulis melalui blog akan membuat kemampuan menulis bapak dan
ibu meningkat yang pada akhirnya membuat tulisan untuk karya
pengembangan profesi tidak lagi menjadi momok yang menakutkan.
Untuk komponen yang berbagi, ah nanti dululah, masih jauh karena sekarang saatnya membaca dan menulis dulu.
Sign up here with your email
Terimakasih Komentar Anda ConversionConversion EmoticonEmoticon