Pembelajaran Bermakna


Pagi itu saya mengajukan pertanyaan ke anak didik, siapa yang ketika sekolah di SD atau SMP mendapatkan tugas dari gurunya untuk menyelesaikan masalah di masyarakat? Pertanyaan ini membingungkan anak didik sehingga saya perlu memperjelas dengan memberikan sedikit pengantar. Anak-anak kalian pernah belajar materi IPA? Kompak mereka menjawab pernah. Pernahkah kalian praktek menjernihkan air? Sebagian besar menyatakan pernah. Pertanyaan lanjutan dari saya, pernahkan kalian membantu masyarakat yang airnya kotor dengan menerapkan materi IPA tadi? Mereka kompak menjawab tidak pernah. Pertanyaan yang sama saya ajukan juga untuk materi Matematika, Bahasa Indonesia, dll. Dari situ muncul satu kesimpulan bahwa guru tidak mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata di masyarakat. Akibatnya terjadi jurang pemisah yang lebar antara pendidikan di sekolah dengan permasalahan di masyarakat. Para ahli pendidikan mengatakan kondisi ini dengan istilah pendidikan yang tidak membumi. Pertanyaan selanjutnya saya kepada siswa adalah apakah kalian terkesan dengan pembelajaran seperti itu? Mereka kompak menjawab tidak.
Sekolah bukanlah semata-mata persiapan untuk kehidupan di masa depan tetapi sekolah adalah kehidupan itu sendiri.
Demikian sebuah ungkapan seorang tokoh pendidikan yang menarik untuk kita cermati berkenaan dengan membangun kebermaknaan dalam pembelajaran atau sekolah. Memiliki sebuah arti atau kebermaknaan dalam belajar menjadi salah satu faktor yang kuat dan juga menentukan dalam keberhasilan pendidikan. Seorang anak akan bersungguh-sungguh mengikuti proses pembelajaran ketika dia memahami tujuan, manfaat serta keuntungan dari proses pembelajaran tersebut bagi dirinya. Kebermaknaan yang ia miliki merupakan sumber motivasi kesungguhan belajarnya. Sedangkan siswa yang tidak punya arti proses belajar bagi dirinya sendiri, akan tercermin dari perilaku misalnya kurang respon terhadap materi di kelas, prestasi yang biasa saja, bahkan melakukan pelanggaran.
Apabila dikembalikan kepada hakikatnya, manusia adalah makhluk bermakna, apapun yang dilakukan oleh manusia harus berdasar dan memiliki makna tertentu. Untuk itulah upaya membangun kebermaknaan dalam proses pembelajaran merupakan sesuatu yang harus ada (conditio sine quanon). Kebermaknaan dalam proses pembelajaran dapat ditanamkan dan dibangun sesuai dengan tingkat penalaran peserta didik dengan berbagai metode atau pendekatan. Kebermaknaan yang dibangun haruslah menyeluruh, utuh (holistic), dan mendasar (substantif) yaitu meliputi hal yang kasat mata maupun yang abstrak, imanen maupun transenden.
Setiap hari bagi anak adalah pengalaman baru, dan pengalaman hidup. Pengalaman juga merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh manusia dalam proses pembentukan kedirian dan kepribadiannya. Pastikan setiap anak selalu ingin menambah pengalaman yang positif dan penuh makna dalam hidupnya. Siswa yang banyak pengalaman yang berasal pembelajaran di sekolahnya akan berguna dalam kehidupannya kelak saat terjun di masyarakat.
Dalam belajar apapun, belajar efektif (sesuai tujuan) semestinya bermakna. Agar bermakna, belajar tidak cukup dengan hanya mendengar dan melihat tetapi harus dengan melakukan aktivitas (membaca, bertanya, menjawab, berkomentar,mengerjakan, mengkomunikasikan, presentasi, diskusi). Tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantoro (1908) mengemukakan tiga prinsip pembelajaran ing ngarso sungtulodo (jadi pemimpin-guru jadilah teladan bagi siswanya), ing madyo mangunkarso (dalam pembelajaran membangun ide siswa dengan aktivitas sehingga kompetensi siswa terbentuk), tut wuri handayani (jadilah fasilitator kegiatan siswa dalam mengembangkan life skill sehingga mereka menjadi pribadi mandiri). Selanjutnya, Vernon A Madnesen (1983) dan Peter Sheal (1989) mengemukakan bahwa kebermaknaan belajar tergantung bagaimana belajar. Jika belajar hanya dengan membaca kebermaknaan bisa mencapai 10%, dari mendengar 20%, dari melihat 30%, mendengar dan melihat 50%, mengatakan-komunikasi mencapai 70%, dan belajar dengan melakukan dan mengkomunikasikan bisa mencapai 90%. Dari uraian di atas implikasi terhadap pembelajaran adalah bahwa kegiatan pembelajaran identik dengan aktivitas siswa secara optimal, tidak cukup dengan mendengar dan melihat, tetapi harus dengan action siswa dengan segala aktifitasnya. Inilah kebermaknaan belajar yang saya terapkan melalui proyek Bakti Siswa untuk Guru Tercinta melalui pembuatan blog untuk guru-guru Se-Kota Semarang. Melalui proyek ini saya ingin anak didik memberikan manfaat kepada banyak orang dari hasil dia belajar. Semoga proyek ini mampu menanamkan karakter positif anak didik dan mampu memberikan sumbangsih untuk kemajuan pendidikan. Selamat berbakti untuk guru tercinta kalian anak-anakku yang hebat.
Previous
Next Post »

Terimakasih Komentar Anda ConversionConversion EmoticonEmoticon