Kepemimpinan Kepala Sekolah di Tengah Musibah Banjir

 


Hujan deras yang terus menerus mengguyur Kota Semarang telah menyebabkan banjir di berbagai wilayah pada hari Rabu, 13 Maret 2024. Salah satu yang terdampak adalah SMKN 10 Semarang, yang mengalami banjir akibat luapan air dari sungai di depan sekolah. Kejadian ini mengejutkan banyak pihak karena pada tahun 2022, banjir yang terjadi berasal dari sungai di samping sekolah, yang telah diatasi dengan pembangunan pintu air.

Musibah ini mengingatkan kita bahwa meski telah berupaya keras, manusia tetap tidak dapat sepenuhnya mengendalikan alam. Debit air yang meluap menunjukkan bahwa alam memiliki kekuatan yang dapat melampaui batas-batas yang kita anggap aman. Ini adalah pelajaran berharga bagi kita semua, bahwa kesiapsiagaan dan adaptasi terhadap perubahan alam harus terus ditingkatkan.

Bencana banjir ini menuntut kepemimpinan kepala sekolah yang tangguh dan adaptif. Mengacu pada konsep dari buku "Leadership Without Easy Answers" karya Ronald A. Heifetz, kepala sekolah dihadapkan pada tantangan yang tidak cukup hanya dengan solusi cepat; mereka harus mengarahkan sekolah melalui perubahan yang kompleks dan tak terduga.

Heifetz menekankan pentingnya pemimpin untuk membedakan antara 'masalah teknis' yang dapat diatasi dengan keahlian dan prosedur yang ada, dan 'tantangan adaptif' yang membutuhkan perubahan nilai, kepercayaan, dan perilaku. Banjir yang terjadi di SMKN 10 bukan semata masalah teknis, melainkan tantangan adaptif yang mengharuskan seluruh komunitas sekolah untuk belajar dan beradaptasi bersama.

Masalah teknis adalah masalah dengan solusi yang jelas dan dapat diatasi dengan keahlian atau prosedur yang sudah ada. Masalah ini seringkali memiliki jawaban yang pasti dan biasanya dapat diatasi oleh otoritas atau ahli yang ada. Contohnya termasuk memperbaiki kerusakan infrastruktur atau mengimplementasikan program yang telah teruji.

Di sisi lain, tantangan adaptif adalah masalah kompleks tanpa solusi yang jelas atau mudah. Tantangan ini memerlukan perubahan nilai, kepercayaan, dan perilaku orang-orang yang terlibat. Mereka sering kali berkaitan dengan isu-isu mendalam dan sistemik yang memerlukan pembelajaran baru dan pendekatan inovatif. Tantangan adaptif tidak dapat diselesaikan hanya dengan pengetahuan dan keterampilan saat ini; mereka memerlukan pemimpin yang dapat menginspirasi orang lain untuk berpikir secara kreatif dan menciptakan solusi baru.

Dalam konteks banjir di SMKN 10, masalahnya bukan hanya tentang mengeluarkan air atau memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh banjir. Ini juga tentang bagaimana komunitas sekolah meliputi siswa, guru, dan karyawan dapat belajar dari pengalaman ini dan membuat perubahan yang akan membantu mereka lebih siap dan tangguh dalam menghadapi bencana di masa depan. Ini mungkin termasuk mengembangkan  kesadaran membersihkan saluran air dari sampah, membangun kesadaran tentang perubahan iklim, atau mengubah cara sekolah berinteraksi dengan lingkungan alam sekitarnya.

Kepemimpinan adaptif mengharuskan kepala sekolah berperan sebagai mediator yang memfasilitasi komunikasi dua arah antara semua pihak di sekolah. Ini termasuk pertemuan dengan guru, karyawan, siswa, dan mungkin orang tua untuk mendiskusikan situasi saat ini, mendengarkan masukan, dan bersama-sama mengeksplorasi solusi terkait banjir.

Kolaborasi menjadi kunci dalam menanggapi situasi darurat. Kepala sekolah mendorong kerja tim, memanfaatkan keahlian yang beragam dari guru dan staf untuk merancang dan melaksanakan rencana penanganan banjir. Ini juga bisa melibatkan kerjasama dengan lembaga eksternal, seperti dinas terkait atau organisasi bantuan.

Dalam situasi krisis, solusi konvensional mungkin tidak cukup. Kepala sekolah mendukung inisiatif inovatif dari guru dan siswa, seperti penggunaan teknologi untuk pembelajaran jarak jauh sementara, yang memungkinkan proses belajar mengajar tetap berlangsung meskipun secara fisik sekolah tidak dapat diakses.

Kepemimpinan adaptif tidak sekadar mengikuti protokol yang telah ada. Ia menuntut pencarian solusi kreatif yang dapat diimplementasikan dengan segera. Sebagai contoh,  pembelajaran jarak jauh sementara dapat memastikan kelangsungan pendidikan, dan program rehabilitasi sekolah dapat dirancang untuk melibatkan semua warga sekolah dalam proses pemulihan.

Dalam menanggapi kebutuhan mendesak, sekolah telah mengambil langkah-langkah konkret dalam mengatasi banjir antara lain:

  1. Memperpanjang kanal di sekitar sekolah untuk mengurangi risiko banjir di masa depan.
  2. Membangun tanggul sebagai langkah perlindungan terhadap potensi banjir yang dapat merusak area sekolah.
  3. Menambahkan pompa penyedot air untuk mengatasi genangan air yang mungkin terjadi.
  4. Membeli genset berkapasitas besar sebagai antisipasi terhadap kemungkinan pemadaman listrik, memastikan pasokan listrik tetap stabil.

Langkah-langkah ini mencerminkan komitmen sekolah dalam menjaga keamanan dan kenyamanan lingkungan belajar bagi siswa dan guru. Ini juga menunjukkan respons yang cepat dan efektif dari kepala sekolah dalam menghadapi bencana, sekaligus mempersiapkan sekolah untuk lebih tangguh di masa depan.

Kepemimpinan adaptif tidak hanya tentang mengatasi krisis saat ini, tetapi juga tentang membangun kapasitas untuk menghadapi tantangan yang mungkin muncul nanti. Menutup tulisan ini, penulis menegaskan kepala sekolah harus menunjukkan bahwa dengan kepemimpinan yang adaptif, sekolah dapat tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang dalam menghadapi tantangan. Kepemimpinan yang kuat dan responsif akan membentuk masa depan pendidikan yang lebih cerah dan tangguh.

Semarang, 21 Maret 2024

Penulis : Ardan Sirodjuddin, M.Pd, Kepala SMKN 10 Semarang

Previous
Next Post »

Terimakasih Komentar Anda ConversionConversion EmoticonEmoticon