Membangun Sekolah Pintar



Inilah enaknya jadi orang paling tinggi di sekolah. Apapun yang diinginkan bisa dijalankan tanpa banyak halangan. Cita-cita yang lama tertahan untuk melakukan eksperimen mulai menemukan jalannya. Suatu ketika pada proses wawancara lomba Guru Berprestasi, ada satu pertanyaan yang sangat menohok. Salah satu juri bertanya, Bapak ini guru atau kepala sekolah? Dengan mantap saya jawab guru. Sebuah jawaban yang ternyata menjadi blunder bagi saya untuk bisa menjadi juara. Pertanyaanpun terus mengalir dari juri dan sayapun terus memberi jawaban. Di akhir sesi wawancara, juri buka suara, Bapak salah posisi. Itu adalah wilayah kepala sekolah, bukan guru. 
Di sekolah yang lama, saya sangat antusias mengembangkan pembelajaran online. Mulai dari Edmodo, Efront, Moodle dan LMS lainnya. Sebagai guru, saya menikmati betul proses pembelajaran itu. Model pembelajaran Flip Classroom menjadi model yang saya idolakan. Setiap siswa harus belajar terlebih dahulu sebelum ikut kelas. Otak mereka tidak kosong sama sekali untuk mendapatkan pelajaran. Flipped Classroom adalah model pembelajaran yang “membalik” metode tradisional, di mana biasanya materi diberikan di kelas dan siswa mengerjakan tugas di rumah. Konsep Flipped Classroom mencakup active learning, keterlibatan siswa, dan podcasting. Dalam flipped classroom, materi terlebih dahulu diberikan melalui video pembelajaran yang harus ditonton siswa di rumah masing-masing. Sebaliknya, sesi belajar di kelas digunakan untuk diskusi kelompok dan mengerjakan tugas. Di sini, guru berperan sebagai pembina atau pemberi saran.
Penerapan model flipped classroom memiliki banyak keuntungan dibandingkan model pembelajaran tradisional. Tersedianya materi dalam bentuk video memberikan kebebasan pada siswa untuk menghentikan atau mengulang materi kapan saja di bagian-bagian yang kurang mereka pahami. Selain itu, pemanfaatan sesi belajar di kelas untuk proyek atau tugas kelompok mempermudah siswa untuk saling berinteraksi dan belajar satu sama lain.
Peluang untuk bereksperimen ternyata terbuka jalan. Per tanggal 27 Desember 2017 saya dilantik oleh Bapak Gubernur menjadi Kepala SMK N 1 Tuntang. Gelegak eksperimen saya yang awalnya redup kembali. Penempatan saya di sekolah yang kecil menambah semangat untuk menjadikan sekolah ini ladang ujicoba. Saya akan menjadikan sekolah ini Sekolah Pintar. Menurut Wikipedia, sekolah pintar atau smart school merupakan suatu konsep sekolah yang berbasis teknologi yang digunakan dalam proses belajar-mengajar di kelas. Penggunaan teknologi pendidikan mencakup suatu sistem terintegrasi yang membantu komunitas pendidikan dalam menjalankan fungsinya masing-masing dengan tujuan mengembangkan potensi peserta didik. Pada dasarnya, penggunaan teknologi dalam bidang pendidikan adalah untuk membantu proses belajar dan meningkatkan kinerja dengan membuat, menggunakan, dan mengelola proses dan sumber teknologi yang memadai. Sedangkan tujuan utama teknologi dalam pembelajaran adalah (1) untuk memecahkan masalah belajar atau memfasilitasi pembelajaran; dan (2) untuk meningkatkan kinerja . Penggunaan teknologi berbasis internet dalam bidang pendidikan ini membantu interaksi antara komunitas sekolah, siswa dan guru misalnya semakin lebih mudah.
Penggunaan teknologi dalam konsep sekolah pintar dapat terlihat dari beberapa hal. Dari sisi guru, saya meminta pengelolaan administrasi pembelajaran dilakukan secara online. Masing-masing guru mempunyai kelas-kelas virtual untuk menampung Silabus, RPP, soal dan perangkat lainnya. Pembelajaran dilakukan secara Blended Learning dengan menggunakan Kelas Maya dan tatap muka di kelas. Komunikasi antar guru dan siswa dibuat mudah dengan sosial media, seperti Facebook, Line dan WhatsApp yang menghubungkan guru dengan siswa tanpa mengenal waktu dan tempat. 
Menurut Marwan & Sweeney, berhasil tidaknya integrasi teknologi pendidikan dalam kegiatan belajar - mengajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu perencanaan strategis, rasa memiliki, sumberdaya yang ada dan pengembangan profesional. Beberapa faktor yang mempengaruhi individu dalam menyikapi penggunaan teknologi yaitu keterbukaan terhadap teknologi, sikap guru, pengetahuan dan ketrampilan, dan waktu dan beban kerja guru. Jika salah satu faktor ini tidak mendukung atau tidak berjalan dengan baik maka berpotensi menghambat integrasi pembelajaran. Alhamdulillah saya dikelilingi oleh guru-guru muda yang cepat beradaptasi dengan keinginan saya. Dalam waktu tidak terlalu lama, mereka sudah terbiasa dengan pembuatan kelas maya, soal online dan USBN berbasis digital. Selain itu, berhasil atau tidaknya implementasi penggunaan teknologi di sekolah juga berhubungan dengan perencanaan strategis, rasa memiliki, sumberdaya yang ada dan pengembangan profesional. 
Kendala utama dalam aplikasi sekolah pintar di SMK N 1 Tuntang adalah keterbatasan sarana dan prasarana. Tapi saya tidak patah semangat. Satu hal yang bisa menjadi potensi adalah kepemilikan gawai oleh siswa. Hampir lebih dari 85% siswa memiliki gawai. Ini menjadi pijakan saya untuk membuat smart school. Pembelajaran kelas maya, sistem ujian dan pengiriman tugas dilakukan menggunakan gawai. 
Mau tidak mau, masa depan sekolah akan mengarah ke arah konsep smart-school. Dan teknologi digitalisasi akan menjadi pintu bagi proses pembelajaran yang baru menghilangkan cara-cara konvensional. Memang  saat ini belum menjadi sebuah kebutuhan utama tetapi kita harus  memiliki pemikiran visioner bagaimana bangunan pendidikan ini  dijalankan.

Sebuah Catatan CEO SMKN 1 Tuntang
Previous
Next Post »

Terimakasih Komentar Anda ConversionConversion EmoticonEmoticon