Sumber Foto : GridOto.com |
Libur akhir
pekan disibukkan dengan pengemasan buku Membangun Sekolah Rintisan Menjadi
Sekolah Rujukan untuk dikirim ke berbagai kota di Indonesia. Paling jauh ke Bapak
Supriono dari SMA Negeri 1 Pangkalan Banteng, Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan
Tengah.
Di sela-sela
kesibukan di atas, selaku penggemar F1 tentu tidak akan melewatkan balapan hari
ini di Sirkuit Albert Park, Melbourne, Australia. Balapan seri ketiga ini
menampilkan drama mencekam dan mendebarkan. Balapan ini ditandai dengan
beberapa insiden yang membuat balapan menjadi kacau. Dimulai dengan insiden
ketika pembalap Ferrari, Charles Leclerc, keluar dari lintasan pada lap pertama
karena mobilnya berputar di tikungan ketiga. Kemudian, pada lap ketujuh,
pembalap Williams, Alexander Albon, juga keluar dari lintasan di tikungan
ketujuh dan memaksa balapan untuk diulang di lap kesembilan.
Setelah
balapan diulang, Lewis Hamilton berhasil memimpin balapan dengan Max Verstappen
dan Fernando Alonso di belakangnya. Namun, Verstappen menunjukkan kehebatannya
dengan berhasil menyalip Hamilton pada lap ke-12.
Balapan terus
berlanjut dengan beberapa insiden yang membuatnya semakin kacau. Di lap
pamungkas, terjadi tabrakan beruntun yang memaksa balapan diulang lagi hanya
untuk lap penutup. Akhirnya, Max Verstappen keluar sebagai juara di seri ketiga
musim ini.
Verstappen berhasil mengalahkan Hamilton dengan selisih 0,179 detik dan Alonso dengan selisih 0,769 detik. Ketiga pembalap ini sama-sama melakukan tiga kali pit stop selama balapan. Lance Stroll, rekan setim Alonso di Aston Martin, finis di posisi keempat, sementara Sergio Perez dan Lando Norris masing-masing finis di posisi kelima dan keenam. Meskipun kacau, Grand Prix Australia 2023 memberikan pertarungan yang menarik dan ketat antara para pembalap terbaik di dunia.
Berkaca pada kacaunya balapan F1 hari ini dengan saling serobot antar pembalap, saya mengibaratkan sekolah juga sama. Perilaku individu guru dan karyawan di sekolah juga sangat beragam dan dapat menjadi masalah bagi kepala sekolah baru yang mencoba untuk membangun tim staf yang solid dan produktif. Beberapa guru dan karyawan mungkin memiliki sikap negatif terhadap pekerjaan mereka, kurang motivasi, atau bahkan menunjukkan ketidakhadiran yang tidak teratur. Di sisi lain, ada juga guru dan karyawan yang sangat berdedikasi dan berusaha untuk memberikan kontribusi terbaik mereka untuk menciptakan lingkungan belajar yang sukses.
Tingkat keragaman individu
dalam organisasi dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu keragaman level
permukaan dan keragaman level dalam. Keragaman level permukaan merujuk pada
perbedaan yang terlihat secara jelas dan mudah terlihat di antara individu,
seperti jenis kelamin, etnisitas, agama, atau orientasi seksual. Keragaman
level permukaan sering kali diukur dengan menggunakan karakteristik demografis
seperti usia, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, dan faktor-faktor lain
yang mudah diidentifikasi.
Sementara itu, keragaman
level dalam merujuk pada perbedaan yang lebih dalam dan sulit terlihat antara
individu, seperti nilai, sikap, dan preferensi pribadi. Keragaman level dalam
tidak selalu mudah diukur dan mungkin memerlukan pendekatan yang lebih
subyektif untuk mengidentifikasinya.
Kedua jenis keragaman ini
penting dalam organisasi karena keduanya memiliki dampak pada dinamika kelompok
dan keberhasilan organisasi. Keragaman level permukaan dapat mempengaruhi
kesetiaan, kepuasan kerja, dan produktivitas karyawan, sementara keragaman
level dalam dapat mempengaruhi kolaborasi, inovasi, dan adaptasi organisasi
terhadap perubahan lingkungan.
Penting bagi kepala sekolah
untuk memperhatikan kedua jenis keragaman ini dalam mengembangkan strategi
manajemen keragaman yang efektif dan inklusif. Hal ini dapat mencakup membangun
lingkungan kerja yang ramah terhadap keragaman, mengadopsi kebijakan inklusif,
memberikan pelatihan keragaman, dan mempromosikan kesetaraan dan keadilan dalam
organisasi.
Kepala sekolah baru harus
dapat mengidentifikasi masalah dan menyelesaikannya dengan cara yang efektif
dan profesional. Hal ini dapat meliputi memberikan arahan dan dukungan bagi
guru dan karyawan yang kurang termotivasi, atau menerapkan disiplin yang tegas
untuk staf yang tidak memenuhi kewajiban mereka.
Kepala sekolah juga harus
berupaya menjalin hubungan yang baik dengan staf dan memberikan kesempatan bagi
mereka untuk berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan yang mempengaruhi
lingkungan belajar. Dalam membangun tim staf yang solid, kepala sekolah harus
memastikan bahwa setiap anggota merasa dihargai dan didengar, dan bahwa mereka
memiliki lingkungan kerja yang sehat dan produktif.
Meskipun tantangan yang
dihadapi oleh kepala sekolah baru dapat menjadi rumit dan beragam, jika
dihadapi dengan strategi dan pendekatan yang tepat, mereka dapat memimpin tim
staf yang sukses dan memperoleh kepercayaan dan penghargaan dari siswa, orang
tua, dan staf sekolah.
Sebagai kepala sekolah, kita harus memastikan bahwa diskriminasi tidak memiliki tempat di lingkungan sekolah kita. Diskriminasi yang tidak adil terjadi ketika individu diberi penilaian berdasarkan stereotip kelompok demografis mereka, seperti jenis kelamin, etnisitas, agama, atau orientasi seksual. Hal ini dapat menyebabkan perlakuan yang tidak adil atau bahkan pengucilan dari anggota sekolah tertentu.
Sebagai kepala sekolah, kita
harus memastikan bahwa semua anggota sekolah diperlakukan secara adil dan
setara tanpa memperhatikan stereotip kelompok demografis mereka. Kita dapat
mempromosikan kesadaran akan keragaman dan inklusi melalui pendidikan dan
pelatihan, serta memastikan bahwa kebijakan sekolah kita mempertimbangkan
kepentingan semua anggota sekolah, tanpa memihak atau diskriminatif.
Hal ini dapat membantu
membangun lingkungan sekolah yang aman, inklusif, dan mendukung bagi semua
siswa, staf, dan anggota sekolah lainnya. Kita dapat menciptakan lingkungan di
mana siswa merasa diterima dan dihargai tanpa memperhatikan kelompok demografis
mereka, dan di mana semua anggota sekolah dapat bekerja sama untuk mencapai
tujuan bersama.
Dalam mengatasi masalah
diskriminasi yang tidak adil, kepala sekolah dapat menerapkan Manajemen
Keragaman dengan dua komponen, yaitu proses dan program. Komponen proses
meliputi upaya untuk membuat setiap orang di lingkungan sekolah menjadi lebih
sadar dan sensitif terhadap kebutuhan dan perbedaan yang ada di antara mereka.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan pelatihan dan sosialisasi terkait
pentingnya menghormati perbedaan, mempromosikan toleransi, serta menghindari
sikap diskriminatif.
Sementara itu, komponen
program meliputi upaya untuk mengelola perbedaan-perbedaan yang ada di
lingkungan sekolah. Kepala sekolah harus merancang program-program yang
bertujuan untuk memperkuat keragaman dan mencegah diskriminasi.
Dengan menerapkan Manajemen
Keragaman, kepala sekolah dapat menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif
dan menghormati perbedaan. Hal ini dapat mendorong kerja sama dan kebersamaan
di antara guru dan karyawan, serta membantu menciptakan iklim yang kondusif
untuk belajar dan berkembang bagi seluruh anggota sekolah.
Penulis : Ardan Sirodjuddin,
Kepala SMKN 10 Semarang dan Penulis Buku Membangun Sekolah Rintisan Menjadi
Sekolah Rujukan
Berita
Pusat Pelatihan Guru akan mengadakan Pelatihan Penulisan Best Practice secara offline dan online pada hari Sabtu, 06 Mei 2023. Peserta akan mendapatkan bonus Buku Membangun Sekolah Rintisan Menjadi Sekolah Rujukan.
Sign up here with your email
2 komentar
Write komentarArtikel yang memberikan pencerahan, pak Ardan. Dari artikel ini saya mendapati benang merah antara materi PGP dan kebutuhan di lapangan. Dalam Program Guru Penggerak, kami mendapatkan pelatihan Coaching dan Pemetaan Sumber Daya, termasuk SDM. Semoga pelatihan yang telah kami dapatkan dapat menjadi jembatan keberagaman individu dari tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah.
ReplyLuar biasa Pak Ardan. Sangat menginspirasi
ReplyTerimakasih Komentar Anda ConversionConversion EmoticonEmoticon